KENDARI.NUSPOS.com– Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN). Aksi yang berlangsung Kamis (26/9) itu diikuti kader GMNI se-Kota Kendari, setelah sebelumnya berkumpul di kampus Universitas Halu Oleo (UHO).
Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya, dalam orasinya menegaskan bahwa Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September merupakan momentum penting untuk mengingat peran vital petani sebagai penopang ketahanan pangan bangsa. “Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 menjadi tonggak penting reformasi agraria sekaligus lahirnya peringatan Hari Tani Nasional,” ujarnya.
Sementara itu, kader GMNI Kendari, Sarinah Irma, menilai petani masih menghadapi persoalan serius seperti ketimpangan penguasaan tanah, minimnya akses modal dan teknologi, serta ancaman perampasan lahan oleh korporasi. “Reforma Agraria sejati harus diwujudkan agar tanah tidak lagi menjadi alat monopoli, tapi ruang penghidupan rakyat kecil,” tegasnya.
Selain isu agraria, GMNI juga mengingatkan peristiwa 26 September 2019 yang menewaskan dua mahasiswa UHO, almarhum Randi dan Yusuf, dalam aksi demonstrasi menolak sejumlah rancangan undang-undang di Kendari. Kader GMNI, Bung Rendy, menyebut peristiwa itu sebagai cermin kebrutalan aparat dan pelanggaran HAM yang hingga kini belum tuntas.
Dalam aksinya, massa GMNI diterima langsung oleh Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala, didampingi Kapolda Sultra dan Danrem. Mereka menyampaikan enam tuntutan utama, yakni:
1. Mewujudkan Reforma Agraria sejati di Sultra.
2. Menghentikan perampasan tanah serta memperkuat pengawasan DPRD terhadap mafia tanah.
3. Mendesak DPRD Sultra merekomendasikan pengesahan RUU Masyarakat Adat ke DPR RI.
4. Mendorong DPRD Sultra membangun monumen almarhum Randi dan Yusuf sebagai simbol perjuangan.
5. Mendesak DPRD Kota Kendari menginisiasi perda Kota Ramah HAM.
6. Menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM di Sultra.
“Negara wajib hadir melindungi hak-hak petani, menuntaskan pelanggaran HAM, dan menepati janji membangun monumen Randi-Yusuf. Tanpa petani kuat, bangsa ini tak akan berdaulat,” tutup Rasmin Jaya.
Laporan : Mukhlas